Ternyata Penggunaan Speaker Masjid Ada Aturannya Namun Banyak Yang Tidak Patuhi !!



Kementerian Agama mengatakan sebagian pengelola masjid di Indonesia tidak mematuhi peraturan tentang penggunaan pengeras suara sehingga mengakibatkan polusi suara yang menganggu sebagian masyarakat.

Menurutnya, tata cara pengeras suara di masjid telah diatur melalui keputusan Dirjen Bimas Islam pada 17 Juli 1978 dan pernah diperbaharui sekian tahun kemudian.

"Peraturannya sudah ada, tapi seperti tidak ada, karena tidak diindahkan oleh pengelola (sebagian) masjid," kata Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama, Prof. Dr. H. M. Machasin, MA
Masalah pengeras suara masjid yang dianggap tidak tepat waktu dan volumenya terlalu tinggi telah berulang kali dikritik oleh berbagai kalangan, tetapi dianggap tidak digubris oleh pengelola masjid.

Pada tahun 1978 Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, telah mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.

Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai pengunaan pengeras suara di masjid, langgar, atau mushalla. Ini aturan-aturannya:  

1. Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala

2. Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.

3. Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya

4. Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.

5. Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu. Instruksi tersebut juga mengatur tata cara pemasangan pengeras suara baik suara saat shalat lima waktu, shalat Jumat, juga saat takbir, tarhim, dan Ramadhan.

Machasin mengatakan "Intinya, yang boleh lewat pengeras suara yang keluar itu hanya adzan dan pengajian sebelum atau sesudah adzan yang waktunya hanya sekitar 5 sampai 10 menit".

Masjid juga disarankan mengeraskan volume pengajian hanya untuk ke dalam dan bukan ke luar masjid. "Untuk orang yang ingin mendengarnya, bukan sembarang orang yang merasa terganggu oleh suara itu," katanya.

Sulitnya aturan-aturan ini diterapkan juga disebabkan oleh tidak adanya sanksi bagi pengelola yang tidak mematuhi aturan karena ini hanyalah sebatas anjuran.

Dewan Masjid Indonesia (DMI) dibawah pimpinan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah melakukan pemantauan secara acak di sejumlah kota besar untuk mengetahui secara persis "polusi suara" akibat penggunaan pengeras suara sejumlah masjid,

DMI juga sudah menggelar program untuk melatih para teknisi masjid mengenai tata cara pengaturan alat pengeras suaranya. "Supaya kedengarannya nyaman, tidak saling tabrakan dan mengaum, karena kadang-kadang alat pengeras suara (loudspeaker) berhadap-hadapan, tidak sesuai aturan akustik, sehingga suara khatib tidak tersampaikan dengan baik," ungkap Juru bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah.

Apabila masalah ini sudah tertangani dengan baik, otomatis akan mengurangi polusi suara.

Lalu ketika ditanyai apakah upaya penataan pengeras suara masjid ini akan membatasi hak beribadat? Husain Abdullah mengatakan "justru ini untuk meningkatkan kualitas ibadah." karena "Yang diatur 'kan sekedar volume suara supaya lebih harmonis, terdengar lebih syahdu, dan agar orang lebih fokus untuk mendengarnya," terangnya.

Semoga seluruh pengelola masjid untuk lebih bisa mengatur pengeras suara masjidnya masing-masing agar enak didengar dan tidak menimbulkan polusi suara.